Wednesday 17 January 2018

Fenomena Mother Distrust

Foto: google

Tulisan saya ini bahwasanya sudah banyak diulas oleh blogger lain, hanya saja sangat kebetulan di waktu yang akrab ini saya melihat pribadi fenomena ini terjadi pada anak dari mitra saya. Perlu diketahu, mother distrust yaitu hilangnya kepercayaan seorang anak kepada ibunya.


Hal ini merupakan potret kebobrokan adat yang marak terjadi di negeri kita ini. Bukan hanya 1 atau dua kasus, tapi hal ini sanggup dengan gampang kita dapatkan di media sosial. Gejala ini menjadi penanda bahwa tidak berkualitasnya generasi yang dibutuhkan menjadi penerus bangsa.

Kala itu, saya mendapat tag di facebook saya oleh seorang mitra yang mengupload fotonya ber-selfie di salah satu bandara. Saya yang kebetulan sedang online di facebook, pribadi membuka foto dia dan saya menemukan sebuah komentar yang ternyata dari putra sulung dia yang kira-kira berusia 8-9 tahun. Adalah hal yang masuk akal dikala seorang anak berkomentar pada foto ibunya, akan tetapi yang membuatnya janggal dikala sang anak meninggalkan komentar tajam dan tidak seharusnya dituliskan bahkan oleh seorang dewasa.

Saya ingat betul anak tsb meninggalkan beberapa komentar, diantaranya menyampaikan bahwa ibunya anjing, ibunya menyerupai simpanse bahkan mendoakan si ibu biar cepat meninggal dan dia sanggup mendapat ibu tiri. Naudzubillah. Saya speechless membaca komentar tersebut.

Sebagai informasi, mitra saya ini yaitu seorang perempuan karir yang bekerja di salah satu kantor pemerintahan. Beliau memang selalu meninggalkan rumah dengan bepergian ke luar kota, terkadang dalam seminggu dia sanggup mengunjungi 3 tempat sekaligus sehingga dia sangat jarang berada di rumah. Kalaupun dia tidak melaksanakan perjalanan dinas, dia gres berada di rumah dikala malam datang dikarenakan banyaknya tanggung jawab yang harus dilakukan di kantor. Akhir pekan pun dia gunakan untuk melanjutkan studi S2. Makara sanggup dibilang, hampir tidak ada waktu untuk anaknya selain waktu tidur.

Sebagai seorang muslim, kita diajar oleh Nabi Muhammad untuk mendahulukan ibu kita 3x gres ayah kita. Tapi melihat fenomena ini, lantas siapa yang patut disalahkan? Sang anak kah? atau malah sebaliknya, sang ibu itu sendiri. Bagaimana sanggup kita mengharapkan seorang anak yang sanggup menjadi generasi penerus bangsa, jikalau pada ibunya saja dia bersikap menyerupai ini.

Dewasa ini begitu banyak para perempuan yang mengejar karir dengan dalih ingin membantu suami. Padahal jikalau dilihat kembali, si suami berpenghasilan cukup untuk membiayai keluarga. Para perempuan beranggapan "sayang" sudah sekolah tinggi-tinggi jikalau hanya berakhir di dapur dan ranjang sebagai seorang ibu rumah tangga. Padahal sesungguhnya esensi dari seorang ibu rumah tangga yaitu dikala kita sanggup menjadi penghidup sebuah rumah. Ketika kita menjadi rumah bagi suami dan belum dewasa kita.

Tidak jarang juga saya mendengarkan beberapa orang renta berpesan kepada anak perempuannya bahwa seorang perempuan harus bekerja biar sanggup mampu bangun diatas kaki sendiri jikalau suami nanti macam-macam, entah dia menduakan atau meninggalkan kita. Astagfirullah... Bu... tolong berhati-hatilah dalam berucap, mungkin remaja ini begitu banyak terjadi masalah pertengkaran suami istri alasannya yaitu adanya sumbangsih anda sebagai ibu, secara tidak pribadi mendoakan si anak biar bercerai atau diselingkuhi. Ujung-ujungnya anaklah yang akan menjadi korban, muncul lah fenomena ini.

Akhir kata saya menitip pesan kepada seluruh ibu di Indonesia, wahai ibu... pulanglah... anakmu membutuhkanmu. Seorang anak tidak membutuhkan ibu yang berpendidikan tinggi atau berkarir sukses, seorang anak membutuhkan kehadiranmu.


EmoticonEmoticon