Wednesday, 11 April 2018

Ajak Anak Ke Komunitas Orangtua, Memperkaya Ihwal Kehidupan Bagi Anak

Tanggal 21 - 22 Desember 2014, saya mengajak bawah umur menghadiri jadwal Wisata Keluarga alumni IKA RMA, yang diikuti beberapa angkatan, mulai dari angkatan 1983 hingga 2003. Di antara akseptor tersebut, yang hadir kebanyakan berasal dari angkatan 80-an, sehingga putra dan putri yang diajak juga sangat bermacam-macam usianya, mulai batita hingga remaja.

Wisata keluarga yang dihadiri sekitar 177 akseptor tersebut bertempat di villa salah satu keluarga alumni yang berlokasi di Pondok Alam Sigura-Gura, Malang. Para akseptor tersebut bukan hanya berasal dari Surabaya, beberapa di antaranya sudah tinggal di Jakarta, Madura, Gresik, dan lain-lain.

Kami berkumpul di halaman masjid Al Falah Surabaya, Jalan Raya Darmo dan lalu berangkat ke Malang pada Sabtu siang, sekitar pukul dua an. Beberapa di antara kami membawa kendaraan beroda empat pribadi, sedangkan yang lain naik truk angkatan laut.

Karena ada yang membawa batita dan tidak membawa kendaraan sendiri, seorang ibu dan batitanya ikut di kendaraan beroda empat kami. Anak-anak yang biasanya berkumpul di kursi tengah harus rela merelakan bangkunya untuk ibu dan batita tersebut. Kak Iffah, Kak Dhila dan Mas Nur duduk di kursi belakang, sedang dik Nana dan Kak Ida tetap duduk di kursi tengah.

Perjalanan ke Malang harus merambat, alasannya hujan sangat lebat mengiringi perjalanan kami. Sesampai di Malang pun, meskipun hujan tidak lebat, tetapi perjalanan malam dalam rinai hujan menciptakan kami kesulitan melihat petunjuk arah. Berkali-kali kami harus berhenti dan bertanya kepada orang-orang biar tidak kebablasan. Hingga akhirnya, kami tiba di lokasi sekitar pukul delapan malam.

Sesampai di lokasi kami dijamu oleh panitia untuk makan malam, dan setelahnya, kami bertemu melepas rindu beberapa dikala dengan akseptor yang sudah datang. Karena lelah di perjalanan, bawah umur minta tidur, dan saya mengantar bawah umur untuk istirahat. Di sini, bawah umur mencar ilmu bagaimana harus survive di kegaduhan lokasi yang gres dikenal. Mereka juga harus mencar ilmu untuk mengerti situasi, adaptasi, dan toleransi.

Aku menentukan satu kamar yang di dalamnya ada dua daerah tidur dan satu meja. Sebenarnya sudah ada penghuninya, seorang ibu dan dua orang putrinya. Setelah berkenalan, bawah umur saya tempatkan daerah tidur yang berposisi lebih tinggi untuk mereka berempat. Putra pertamaku dan my hubby istirahat di daerah para ikhwan. Yupps, di sini ikhwan dan akhwat harus tinggal terpisah.

Dan, malam itu saya tidur beralas tikar di lantai bersama seorang abang tingkat yang juga pembimbing usrah (halaqoh) ku dulu, yang tiba dengan empat putra-putrinya. Hanya saja dua putranya yang sudah cukup umur ikut suaminya di daerah ikhwan.

Dan akhirnya, di kamar ini kami isi dengan empat keluarga, dan ada seorang ibu yang menitipkan putrinya untuk tidur bersama kami, alasannya ia menerima daerah di ruang tengah. Ah, jadi teringat dikala dulu masa-masa di mana kami mabid.

Meskipun jadwal ini merupakan jadwal orangtua, tetapi semua akseptor mulai Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan bawah umur turut terlibat dalam ragam acara yang diprogramkan.
Mulai kultum untuk kajian Subuh, jalan sehat, ta'aruf antarkeluarga, tukar hadiah, dan ragam lomba bagi seluruh peserta.
Anak-anak mengikuti lomba mewarnai, menggambar, dan puzzle. Ibu-ibu juga menyelenggarakan lomba-lomba mulai indoor (lomba bungkus kado dan memanfaatkan barang bekas) dan lomba outdoor bersama bapak-bapak.

Ta'aruf ....
Jalan Pagi
Lomba Mewarnai

Ma, Aku Dapat Hadiah ...

Bermain di Taman
Selain itu, dengan mengajak seluruh anggota keluarga, maka semua akan sanggup mencar ilmu mengenai kehidupan bermasyarakat yang indah, jikalau kita tidak hanya mengedepankan cara bertahan (survive), tetapi juga cara menyesuaikan diri dan toleransi.
Dan,  suasana yang menyenangkan dan mengesankan tersebut tercipta hingga karenanya jadwal ditutup dan kami harus kembali ke rumah masing-masing. Sebuah wisata yang berusaha untuk mengajari kami dan bawah umur bahwa silaturahim dihentikan putus dalam satu generasi. Sebuah komunitas bukan hanya milik orangtua, alasannya jikalau komunitas itu positif, maka estafet perjalanannya harus dipupuk dan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.

Ket: Gambar ialah koleksi pribadi, diambil di Lokasi ....


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)