Monday, 18 June 2018

Day Care - Daerah Penitipan Anak

Dengan beraktivitasnya wanita di luar rumah untuk bekerja yang berpenghasilan, maka mobilitas mereka semakin tinggi. Akhirnya wanita harus menentukan untuk mengurangi salah satu acara atau pekerjaannya. Salah satu acara yang sanggup diminimalkan ialah pengasuhan anak ketika ibu harus bekerja di luar rumah. Beberapa cara sanggup dipilih oleh ibu yang bekerja dalam memecahkan persoalan terkait dengan pengasuhan anak ketika pasangan suami dan isteri harus bekerja, menyerupai memakai jasa pembantu, baby sitter, menitipkan anak pada anggota keluarga yang lain (kakek-nenek, paman, dan lain-lain), menitipkan ke tetangga, atau menitipkan anak pada kawasan penitipan anak.
 Dari beberapa cara di atas, menitipkan anak di kawasan penitipan anak (TPA) atay day care merupakan salah satu solusi yang dianggap sempurna oleh pasangan suami isteri, terutama bagi yang jauh dari sanak keluarga atau orang tua. Sebagian pasangan beranggapan bahwa selain pekerjaan kantor tidak terganggu, keselamatan dan keamanan bawah umur lebih terjamin. Sepulang kerja, biasanya para ibu atau pasangan suami isteri akan segera menjemput anaknya dan sanggup pulang bersama-sama. Orang renta juga merasa lebih merasa damai ketika bawah umur berada di kawasan pengasuhan, alasannya ialah ada yang menjaga, merawat, dan sobat bermainnya juga banyak 
(Harian Suara Merdeka, Kamis, 13 Maret 2003. Tempat Bermain Itu Bernama Penitipan Anak (1): Anak-anak Malah Rajin Buat PR. Diakses melalui http://www.suaramerdeka.com/ harian/0303/13/nas8.htm.). 
Selain itu, daya tarik kawasan penitipan anak salah satunya ialah adanya banyak sekali mainan yang bersifat edukatif. Hal yang jauh berbeda dengan keadaan ketika anak dititipkan pada pembantu atau kerabat 
(Malang Raya, Selasa, 18 Agustus 2009. Selektif Sebelum Memilih Tempat Penitipan Anak. Diakses melalui http://malangraya.web.id/2009/08/18/selektif-sebelum-memilih-tempat-penitipan-anak/). 

Tempat penitipan anak bagi konsumen merupakan suatu wadah untuk anak anak untuk membuatkan kreativitas nya dengan cara bermain dan mencar ilmu pada waktu orang renta mereka sibuk bekerja atau beraktivitas. Adanya kawasan penitipan anak ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting dan dihentikan dilewati begitu saja,karna bermain itu menyenangkan, mencar ilmu melalui bermain memungkinkan seorang anak untuk mencar ilmu secara alami dan santai. Melalui permainan seorang anak menjadi imajinatif, kreatif, bebas, bangga dan terarahkan,hal tersebut sanggup meningkatkan semangat optimal bagi seorang anak untuk belajar,dan juga merupakan suatu kawasan yang menyenangkan, kawasan penitipan anak merupakan suatu kawasan yang diolah oleh forum atau yayasan tertentu baik swasta maupun Pemerintah yang dipergunakan untuk melayani penitipan bawah umur dengan batasan waktu sesuai perjanjian.
(Natadjaja, Listia. Tempat Penitipan Anak, Mewah, Menengah dan Sederhana (Studi Perbandingan Perkembangan Anak Balita Secara Kognitif Motorik Afektif). Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35, No. 2, Desember 2007: 143 – 151). 

Berdasarkan penelitian di Universitas California, lebih dari 5 juta anak dititipkan di kawasan penitipan anak atau pra sekolah. Di antara ibu-ibu bekerja dengan anak berusia lima tahun atau kurang, 33% memakai jasa penitipan anak keluarga, yaitu kawasan penitipan anak yang dijalankan di luar rumah seseorang, 28% memakai jasa kawasan penitipan anak, 28% mengubah jadual agar mereka tidak perlu memakai jasa dari luar untuk menjaga anak, dan 10% memakai inang pengasuh atau kerabat. Di dalam menentukan kawasan penitipan anak maka orang renta perlu mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya ialah rasio staf dengan anak yang tinggi, honor guru yang baik, tingkat pendidikan staf yang tinggi, rendahnya angka keluar masuk pegawai, administrasi yang baik  Menurut NAEYC (National Association for the Education of Young Children), rasio yang ideal ialah satu orang sampaumur untuk tiga hingga empat bayi, satu orang sampaumur untuk empat atau lima anak berusia 2 tahun, satu orang sampaumur untuk delapan hingga sepuluh anak berusia 4 tahun . 
(Gurian, Michael. The Wonder of Boys: Cara Membesarkan Anak Laki-laki Manjedi Pria Sejati. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2006. Hal. 146-147)

Woolfson juga menjelaskan bahwa hal yang harus dipertimbangkan mengenai jasa pengasuhan anak di antaranya ialah : 
  1. Rekomendasi pribadi. Setiap orang mempunyai pendapat masing-masing mengenai apa yang cocok bagi seorang anak. Tapi, rekomendasi eksklusif mengenai jasa pengasuhan anak, kelompok bermain, atau kawasan pengasuhan anak tertentu dan seseorang yang dikenal sanggup dijadikan dasar pertimbangan yang besar lengan berkuasa dan memberi rasa aman. 
  2. Kualifikasi. Hampir semua staf pengasuhan anak professional mempunyai kesempatan mendapat training resmi mengenai banyak sekali aspek pengasuhan dan perkembangan anak. Tentu saja, mengandalkan kualifikasi semata tidak menjamin pengasuhan yang berkualitas. Namun demikian, akan menjadi sangat sulit bila harus menitipkan anak pada orang yang tidak pernah mendapat training secara khusus. 
  3. Kepribadian. Saat menempatkan anak di bawah pengasuhan sementara orang lain, dibutuhkan pertimbangan mengenai kesesuaian cara pandang kawasan pengasuhan anak tersebut dengan pengguna jasa. Masalah sanggup timbul dikala standar tingkah laris yang diharapkan di rumah dan di kawasan pengasuhan anak berbeda. Idealnya, keduanya harus sejalan. 
  4. Standar. Setiap kawasan yang memperlihatkan akomodasi pengasuhan anak harus memenuhi persyaratan umum yang menjamin kualitas kawasan tersebut. Jangan ragu untuk menanyakan bukti (seperti sertifikasi) yang menyatakan kawasan tersebut telah memenuhi standar. Ini ialah hal yang patut diperhatikan. 
  5. Kenyamanan. Penggunaan jasa pengasuhan anak harus sesuai dengan jadual harian pengguna jasa. Pengguna juga harus mempertimbangkan biaya yang diperlukan. Jika ada biaya embel-embel maka biaya tersebut harus sesuai dengan kondisi keuangan. 
 (Woolfson, Richard C. Mengapa Anakku Begitu? Panduan Mudah Menuju Pola Asuh Positif. Jakarta: Erlangga For Kids. 2006. Hal. 82-83)


EmoticonEmoticon