Monday 22 January 2018

Merantau : Dongeng Ihwal Perjalanan Meninggalkan Tanah Rantau Kendari

view from grand clarion Kendari
Lima tahun sudah saya menghabiskan waktu merantau di kota Kendari. Jika ada yang belum tahu dimana tepatnya posisi Kendari, kota tersebut berada di pulau Sulawesi bab tenggara. Kota kecil yang gres akan berkembang. Dikelilingi dengan pantai, dan menurutku biaya hidup disana cukup tinggi dibandingkan dengan kampung halamanku, Makassar.

Hal yang membuatku selalu terkenang dengan kota kecil itu mungkin alasannya ialah kota Kendari menjadi saksi bisu usaha awal kesepakatan nikah kami. Dimana sesudah menikah, alasannya ialah kebangkrutan suami atas usahanya, kami memutuskan merantau ke Kendari. Makan dengan jatah 5rb per hari, sudah pernah kami rasakan ketika berada disana. Bahkan hanya makan pop mie di hari raya pun sudah kami rasakan ketika masih hidup berdua disana.

Kendari bagiku ialah tempat dimana kami mencicipi rumah, rumah bagi kami dan belum dewasa kami. Tempat dimana kami membesarkan belum dewasa kami. Dimana tanahnya menumbuhkan makanan, lautnya menunjukkan ikan untuk kami dan belum dewasa kami. Meski tidak ada saudara disana, kami tetap mencicipi menyerupai berada di kampung sendiri. Bagaimana tidak, saya melihat wajah ramah orang Kendari persis menyerupai di kampung halamanku. Perlakuan mereka, senyum mereka, semuanya tidak terlupakan, tidak mungkin.

Beberapa orang, mungkin selalu merasa ingin pulang ke kampung halaman ketika berada di perantauannya, tapi entah kenapa ketika berada di kota Kendari, rasanya menyerupai di kampung sendiri, rasanya duka jikalau harus berpisah terlalu lama. Rasanya rindu dengan kuliner khas sana, ikan disana rasanya benar berbeda dengan ikan di tempat lain. 

Kendari, kota kecil yang gres mempunyai traffic light dengan jumlah yang sangat sedikit. Disana lah Allah memberiku kesempatan membesarkan dua janin di dalam rahimku. Nikmat, alasannya ialah jajanannya masih sesuai dengan seleraku. Saat di pasar pun masih sering saya mendengar saluran yang sama denganku, bahkan bahasanya pun menyerupai dengan pasar di kampung halamanku. 


Orang lain boleh memulai rumah tangganya dengan rumah nyaman yang telah tersedia, entah itu milik pribadi, ngontrak atau bahkan menumpang di rumah orang tua. Tapi kami, di kota ini memulai segalanya dengan hidup di kosan kecil yang seukuran dengan kamar rumah tipe 45.

Ah, rasanya tidak cukup kata untuk menggambarkan perantauanku di kota Kendari. Saya sungguh menyayangi kota ini, saya sungguh bersedih harus meninggalkannya untuk merantau lagi ke Surabaya. 

Selamat tinggal, Kendari. Terima kasih atas pengalaman berharga selama 5 tahun belakangan. Terima kasih alasannya ialah pernah menjadi rumah kami. Tanahmu akan selalu menjadi kampung halaman kedua bagi kami.


EmoticonEmoticon